Rabu, 06 Juli 2011

BUDAI DI UNISSULA

BUDAYA AKADEMIK ISLAM DI UNISSULA
Budaya belajar yang harus dikembangkan di dalam masyarakat Islam adalah budaya ibadah, karena salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT seperti di terangkan dalam..
firman Allah (Q.S. 51: 56).
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُون﴾ ﴿
Artinya, Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Seluruh babak kehidupan dan penghidupan manusia dalam segala aktivitasnya harus dibingkai dengan nilai ibadah. Demikian juga di dalam kehidupan kampus juga dihiasi dan dijiwai oleh nilai-nilai ibadah. Berangkat dari budaya inilah, budaya belajar yang berlaku dilingkungan UNISSULA juga diusahakan tidak lepas dari nilai ibadah untuk tidak kehilangan jatidirinya sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam yang bersemboyan “Bismillah, Membangun Generasi Khiara Ummah”.
Komitmen Unissula dengan visi Bismillah Membangun Generasi Khaira Ummah membawa konsekuensi pada optimalisasi peran untuk menjadi bagian dari gerakan membangun peradaban Islam. Dalam konteks ini, strategi Budai menjadi pilihan untuk memulai gerakan dengan program rekonstruksi ilmu dan perilaku atas dasar nilai-nilai Islam.
Budai yang ditetapkan pada tanggal 18 agustus 2005 . Hal ini dilatarbelakangi kondisi dunia pendidikan di Indonesia yang secara praktikal semakin materialistis dan telah berakibat kehancuran akhlak bangsa .
Khaira Ummah adalah generasi terbaik yang Allah potensikan mampu memimpin dunia mengganti kaum yahudi, Nasrani dan kekuatan lainnya yang membangun peradaban .
Gerakan Thaharah (lingkungan bersih, sehat dan bebas rokok)
Ajaran Islam sangat memperhatikan masalah kebersihan yang merupakan salah satu aspek penting dalam ilmu kesehatan. Hal yang terkait dengan kebersihan disebut At-Thaharah.Di tandaskan di dalam Al-qur’an, betapa penting kedudukan orang-orang yang mensucikan diri di mata Allah, yang di terangkan dalam surat Al-Baqarah 222;
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri”
Gerakan Shalat Berjamaah
Di dalam Islam shalat merupakan perintah yang utama dan kewajiban yang harus ditunaikan, serta ada ancaman besar bagi orang yang meninggalkannya. Allah SWT berfirman:
﴿مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَر َقَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ﴾ 
(Q.S. Al-Muddatstir: 42-43) yang artinya, "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat. Shalat juga merupakan pilar agama dan kunci syurga, karena perkara yang pertama diperhitungkan dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik, maka seluruh amal perbuatannya dianggap baik; sebaliknya apabila shalatnya buruk, maka segala amal perbuatannya dianggap buruk pula.
Shalat berjama’ah adalah termasuk dari sunnah Rasulullah dan para shahabatnya. Rasulullah dan para shahabatnya selalu melaksanakannya, tidak pernah meninggalkannya kecuali jika ada ‘udzur yang syar’i. Bahkan ketika Rasulullah sakit pun beliau tetap melaksanakan shalat berjama’ah di masjid dan ketika sakitnya semakin parah beliau memerintahkan Abu Bakr untuk mengimami para shahabatnya. Para shahabat pun bahkan ada yang dipapah oleh dua orang (karena sakit) untuk melaksanakan shalat berjama’ah di masjid.

Kalau kita membaca dan memperhatikan dengan sebaik-baiknya Al-Qur`an, As-Sunnah serta pendapat dan amalan salafush shalih maka kita akan mendapati bahwa dalil-dalil tersebut menjelaskan kepada kita akan wajibnya shalat berjama’ah di masjid. Di antara dalil-dalil tersebut adalah:

1. Perintah Allah Ta’ala untuk Ruku’ bersama Orang-orang yang Ruku’

Dari dalil yang menunjukkan wajibnya shalat berjama’ah adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya): "Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat serta ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’." (Al-Baqarah:43).

2. Perintah Melaksanakan Shalat Berjama’ah dalam Keadaan Takut

Tidaklah perintah melaksanakan shalat berjama’ah dalam keadaan biasa saja, bahkan Allah telah memerintahkannya hingga dalam keadaan takut. Allah berfirman (yang artinya): "Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (shahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata". (An-Nisa`:102).

3. Perintah Nabi untuk Melaksanakan Shalat Berjama’ah

Al-Imam Al-Bukhariy telah meriwayatkan dari Malik bin Al-Huwairits: Saya mendatangi Nabi dalam suatu rombongan dari kaumku, maka kami tinggal bersamanya selama 20 hari, dan Nabi adalah seorang yang penyayang dan lemah lembut terhadap shahabatnya, maka ketika beliau melihat kerinduan kami kepada keluarga kami, beliau bersabda (yanga artinya): "Kembalilah kalian dan jadilah bersama mereka serta ajarilah mereka dan shalatlah kalian, apabila telah datang waktu shalat hendaklah salah seorang di antara kalian adzan dan hendaklah orang yang paling tua (berilmu tentang Al-Kitab & As-Sunnah dan paling banyak hafalan Al-Qur`annya) di antara kalian mengimami kalian." (Hadits Riwayat Al-Bukhari no. 628, 2/110 dan Muslim semakna dengannya no. 674, 1/465-466).

4. Larangan Keluar dari Masjid setelah Dikumandangkan Adzan

Sesungguhnya Rasulullah melarang keluar setelah dikumandangkannya adzan dari masjid sebelum melaksanakan shalat berjama’ah. Al-Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata: "Rasulullah memerintahkan kami, apabila kalian di masjid lalu diseru shalat (dikumandangkan adzan-pent) maka janganlah keluar salah seorang di antara kalian sampai dia shalat (di masjid secara berjama’ah-pent) (Al-Fathur-Rabbani Li Tartib Musnad Al-Imam Ahmad no. 297, 3/43).
             
5. Tidak Ada Keringanan dari Nabi bagi Orang yang Meninggalkan Shalat Berjama’ah

Sesungguhnya Nabi yang mulia tidak memberikan keringanan kepada ‘Abdullah Ibnu Ummi Maktum untuk meninggalkan shalat berjama’ah dan melaksanakannya di rumah, padahal Ibnu Ummi Maktum mempunyai beberapa ‘udzur sebagai berikut:

a. keadaannya yang buta,
b. tidak adanya penuntun yang mengantarkannya ke masjid,
c. jauhnya rumahnya dari masjid,
d. adanya pohon kurma dan pohon-pohon lainnya yang menghalanginya antara rumahnya dan masjid,
e. adanya binatang buas yang banyak di Madinah dan
f. umurnya yang sudah tua serta tulang-tulangnya sudah rapuh.

Al-Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata: Seorang laki-laki buta mendatangi Nabi lalu berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya tidak mempunyai seorang penuntun yang mengantarkanku ke masjid". Lalu ia meminta Rasulullah untuk memberi keringanan baginya untuk shalat di rumahnya maka Rasulullah memberikannya keringanan. Ketika Ibnu Ummi Maktum hendak kembali, Rasulullah memanggilnya lalu berkata: "Apakah Engkau mendengar panggilan (adzan) untuk shalat?" ia menjawab "benar", maka Rasulullah bersabda: "Penuhilah panggilan tersebut."

Dan juga banyak dalil-dalil lainnya yang menunjukkan akan wajibnya shalat berjama’ah di masjid bagi setiap muslim yang baligh, berakal dan tidak ada ‘udzur syar’i baginya.

Kaum Muslimah Lebih Utama Shalat di Rumahnya

Adapun bagi kaum muslimah maka yang lebih utama baginya adalah shalat di rumahnya daripada di masjid, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur`an: "Wa buyuutuhunna khairullahunna" (dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka) dan juga hadits-hadits yang sangat banyak yang menjelaskan keutamaan shalat di rumah bagi kaum muslimah. Tapi apabila kaum muslimah meminta idzin untuk shalat di masjid maka tidak boleh dilarang bahkan harus diidzinkan. Tetapi ketika dia keluar ke masjid harus memenuhi syarat-syaratnya yaitu menutupi aurotnya secara sempurna, tidak memakai wangi-wangian, tidak ditakutkan menimbulkan fitnah dan yang lainnya yang telah dijelaskan para ‘ulama.

Syaikhul Islam menjelaskan bahwa dalam keadaan tertentu shalatnya muslimah di masjid lebih utama dari pada di rumah ketika di masjid terdapat pelajaran (ta’lim) yang disampaikan oleh ahlus sunnah, tetapi jika di masjid tidak ada kajian ‘ilmu maka shalat di rumah lebih baik daripada di masjid.

Gerakan Busana Islam

Adab berpakaian dalam pergaulan dilikungan kampus UNISSULA belum sepenuhnya dilaksankan dalam hal ini adalah mahasiswi, masih ada sebagian mahasiswi yang  mengenakan baju tidak sesuai dengan adab pergaulan yang mencerminkan akhlakul karimah yang sesuai dengan ajaran Islam. Tetapi ada pula sebagian yang lain yang menggunakan sesuai tuntunan ajaran agama. Model pakaian yang mahasiswi kenakan tersebut ketat, sehingga lekuk tubuh dapat terlihat dengan jelas. mahasiswa (putra) sebagian besar banyak yang memakai celana jeans.Pakaian harus selaras dengan tata kesopanan Islam, sedangkan pakaian menurut tata kesopanan Islam yaitu terdapatnya sifat-sifat sebagai berikut (Muhammad Yusuf Qardhawi, “halal dan haram dalam Islam) :
1.      Harus menutup semua badan, selain yang memang telah dikecualikan oleh Al-Qur’an “Apa-apa yang bisa tapak” (Q.S. An-Nur ayat 31).
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا﴾ ﴿
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya”.
2.      Tidak tipis dan tidak membentuk badan sehingga tampak kulit
3.      Tidak memperhatikan batas-batas anggota tubuh dan menampakkan bagian-bagian yang cukup menimbulkan fitnah, sekalipun tipis; seperti pakaian yang dibuat mengikuti mode fashion Barat yang membentuk payudara yang bulat, pinggang, punggung, dan sebagainya. 
4.      Khusyu’ dan bersahaja, baik dalam cara berjalannya.
5.      Tidak bermaksud untuk menarik perhatian laki-laki

.

 Refrensi :

·         Al Qur'an dan As Sunnah dengan Pemahaman Salaf
·         Risalah Bismillah Membangun generasi Khiru Ummah
·         Penulis adalah Asisten Ustadz Abu Hamzah Yusuf
Sumber: Buletin Al Wala’ Wal Bara’
Judul Asli: Sholat Berjamaah di Masjid, Wajibkah?
Edisi ke-37 Tahun ke-1 / 29 Agustus 2003 M / 01 Rajab 1424 H 
Penulis adalah Asisten Ustadz Abu Hamzah Yusuf